BERORGANISASI UNTUK BERAMAL

SELAMAT DATANG

Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Minggu, 11 April 2010

bebrapa Hal tentang BBM dan kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN




A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan main di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir di setiaplini kehidupan di daerah, termasuk diantaranya perubahan paradigma pelayanan publik di daerah.Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasanpelanggan, memberikan arah tejadinya perubahan atau pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan, dari paradigma rule government bergeser menjadi paradigma good governance.Pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik, sebagai regulator (rulegovernment) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus memberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat, untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini tantangan yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah Indonesia cukup berat. Masa transisi sistem pemerintahan daerah yang ditandai dengan keluarnya UU No. 22 Th. 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 32 Th. 2004 telah membawa beberapa perubahan yang mendasar. Pertama, daerah yang tadinya sebelum berlakunya UU No. 22 Th. 1999, otonomi yang dimiliki pemerintah daerah hanyalah otonomi nyata dan bertanggung jawab saja, tetapi dengan berlakunya UU No. 22 Th. 1999 menjadi otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab

B. TUJUAN
1. Mendefinisikan arti dari kebijakan kesehatan
2. Mendefinisikan arti dari otonomi daerah
3. Mendefinisikan arti dari pelayanan publik
4. Mengetahui pandangan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah tentang program obat murah
5. Mengetahui tindakan pemerintah terhadap oknum yang menyalahgunakan program obat murah
6. Mengidentifikasi tujuan pemberian otonomi kepada pemerintah daerah
C. MANFAAT
1. Bagi pemerintah daerah
Makalah ini bisa menjadi refensi dan juga dasar untuk melakukan kebijakan selanjutnya agar tidak menuai masalah di kemudian hari
2. Bagi tenaga kesehatan
Makalah ini bisa menjadi bahan diskusi dalam setiap kebijakan yang diterapkan pemerintah dan juga sebagai dasar pemikiran dalam melakukan program kesehatan
3. Bagi mahasiswa
Sebagai bahan diskusi di kalangan mahasiswa dan juga sebagai refensi bila sustu saat nanti mendapatkan tugas yang berkaitan dengan isi makalah ini
4. Bagi masyarakat
Sebagai bahan bacaan dan juga tambahan pengetahuan umum yang bisa untuk di diskusikan.
















BAB II
TINJAUAN TEORI


A. KEBIJAKAN KESEHATAN
1. Definisi
Analisisi kebijakan kesehatan adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak, dalam mengambil kebijakan di bidang kesehatan berlandaskan atas manfaat yang optimal yang akan diterima oleh masyarakat.
2. Kebijakan kesehatan di Indonesia
a. Visi : Departemen kesehatan sebagai penggerak pembangunan kesehatan menuju terwujudnya indonesia sehat
b. Misi :
 Memantapkan manajemen kesehatan yang dinamis dan akuntabel
 Meningkatkan kinerja dan mutu upaya kesehatan
 Memberdayakan masyarakat dan daerah
 Melaksanakan pembangunan kesehatan yang berskala nasional
c. Tujuan
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya Tujuan tersebut dicapai melalui pembinaan, pengembangan dan pelaksanaan serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan serta hukum kesehatan
d. Sasaran
 Tersedianya berbagai kebijakan dan pedoman, serta hukum kesehatan yang menunjang pembangunan kesehatan
 Terbentuk dan terselenggaranya sistem informasi manajemen kesehatan yang ditunjang oleh sistem informasi manajemen kesehatan daerah
 Terlaksananya dan termanfaatkannya hasil penelitian dan pengembangan kesehatan dalam mendukung pembangunan kesehatan
 Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan pengembangan perilaku sehat
 Terselenggaranya advokasi dan pengawasan oleh perorangan, kelompok dan masyarakat dibidang kesehatan
 Terselenggaranya sistem surveilans dan kewaspadaan dini serta penanggulangan kejadian luarbiasa
 Tersedianya pembiayaan kesehatan yang cukup , adil, berdaya guna dan berhasil guna
 Tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi dan distribusinya merata.
3. Program kesehatan yang terkait dengan kebijakan kesehatan
 Kebijakan program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
 Kebijakan program lingkungan sehat
 Kebijakan program upaya kesehatan
 Kebijakan program pelayanan kesehatan
 Kebijakan program upaya kesehatan perorangan
 Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit
 Kebijakan program perbaikan gizi masyarakat
 Kebijakan program sumber daya kesehatan
 Kebijakan program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
B. OTONOMI DAERAH DAN PELAYANAN PUBLIK
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (wikepedia.com)
Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri".[Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah".[Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah "wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri." Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya. Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman. (wikepedia.com)
Kewenangan otonomi luas adalah Keleluasaan daerah untuk menyelengarakan kewenangan yang mencakup semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya. Di samping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang bulat dan utuh dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi (Malarangeng, dkk., 2001: 117).
Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan dibidang tertentu yang secara nyata dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah (Abe, 2001: 112).
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab berupa Perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam mewujudkan tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Abe, 2001: 112). Penyerahan sebagian fungsi-fungsi pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah akan menciptakan keleluasaan bagi daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Begitu pula, diharapkan dapat mempercepat proses distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi daerah yang lebih mandiri.
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa (Mamesah, 1995: 56).
Salah satu bagian dari tugas dan wewenang yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dalam era otonomi daerah ini adalah pelayanan di bidang kesehatan. Hal ini menjadikan pemerintah daerah harus mempersiapkan dan meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan secara keseluruhan.
Berbagai Pengertian mengenai Pelayanan (Service) banyak dikemukakan oleh para ahli; diantaranya menurut American Marketing Association, seperti dikutip oleh Donald W,Cowell (1984:22) menyatakan bahwa; “Pelayanan pada dasarnya adalah merupakan kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada hakekatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepememilikan sesuatu, proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik”. Sementara menurut Lovelock,Christoper H (1991:7), bahwa “service adalah produk yang tidak berwujud, berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami”. Artinya service merupakan produk yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk yang dapat dimiliki, dan berlangsung sesaatatau tidak tahan lama, tetapi dialami dan dapat dirasakan oleh penerima layanan. Sedangkan menurut M.A. Imanto bahwa siklus pelayanan adalah “Sebuah rangkaian peristiwa yang dilalui pelanggan sewaktu menikmati atau menerima layanan yang diberikan. Dikatakan bahwa siklus layanan dimulai pada saat konsumen mengadakan kontak pertama kali dengan service delivery system dan dilanjutkan dengan kontak-kontak berikutnya sampai dengan selesai jasa tersebut diberikan”.Pelayanan Publik Pelayanan Umum menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan: “Sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di Pusat dan Daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/atau jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”. Departemen Dalam Negeri (2004) menyebutkan bahwa;“Pelayanan Publik adalah Pelayanan Umum”, dan mendefinisikan “Pelayanan Umum adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaandan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan. .(Hardiyansyah Ahmad ).
Berbagai Pengertian mengenai Pelayanan (Service) banyak dikemukakan oleh para ahli; diantaranya menurut American Marketing Association, seperti dikutip oleh Donald W,Cowell (1984:22) menyatakan bahwa; “Pelayanan pada dasarnya adalah merupakan kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada hakekatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepememilikan sesuatu, proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik”. Sementara menurut Lovelock,Christoper H (1991:7), bahwa “service adalah produk yang tidak berwujud, berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami”. Artinya service merupakan produk yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk yang dapat dimiliki, dan berlangsung sesaatatau tidak tahan lama, tetapi dialami dan dapat dirasakan oleh penerima layanan. Sedangkan menurut M.A. Imanto bahwa siklus pelayanan adalah “Sebuah rangkaian peristiwa yang dilalui pelanggan sewaktu menikmati atau menerima layanan yang diberikan.
Dikatakan bahwa siklus layanan dimulai pada saat konsumen mengadakan kontak pertama kali dengan service delivery system dan dilanjutkan dengan kontak-kontak berikutnya sampai dengan selesai jasa tersebut diberikan”.Pelayanan Publik Pelayanan Umum menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan: “Sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di Pusat dan Daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/atau jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”. Departemen Dalam Negeri (2004) menyebutkan bahwa;“Pelayanan Publik adalah Pelayanan Umum”, dan mendefinisikan “Pelayanan Umum adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaandan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan.
C. PARADIGMA KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH
Konsepsi kebijakan otonomi daerah Kebijakan desentralisasi memiliki tujuan utama, yaitu tujuan politik dan tujuan administratif. Tujuan politik, diarahkan untuk memberi ruang gerak masyarakat dalam tataran pengembangan partisipasi, akuntabilitas, transparansi dan demokrasi. Disisi lain dari pendekatan aspek pendemokrasian daerah, memposisikan Pemerintahan Daerah sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal. Diharapkan pada saatnya, secara agregat daerah memberikan kontribusi signifikan tehadap perkembangan pendidikan politik secara nasional, dan terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan administratif, memposisikan Pemerintah Daerah sebagai unit pelayanan yang dekat dengan masyarakat yang diharapkan dapat berfungsi maksimal dalam menyediakan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Berdasarkan tujuan politik dan administratif tersebut diatas, memberikan kejelasan bahwa misi utama dari keberadaan Pemerintahan Daerah, adalah bagaimana mensejahterakan warga dan masyarakatnya melalui penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis, dengan cara-cara yang demokratis. Konsep kebijakan pemberian otonomi luas,nyata dan bertanggung jawab pada dasarnya diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Melalui peningkatan pelayanan publik dan pemberdayaan peran serta masyarakat, daerah diharapkan mampu mengembangkan kreativitas, inovasi, dan dengankomitmennya berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pada pada saatnyadiharapkan mampu mengembangkan potensi unggulannya dan mendorong peningkatan dayasaing daerah, serta meningkatkan perekonomian daerah.9 Prinsip otonomi yang nyata, adalah memberikan diskresi atau keleluasaan kepadadaerah untuk menyelenggarakan urusan atau kewenangan bidang pemerintahan tertentu yangsecara nyata ada dan diperlukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan urusan yang secaranyata hidup dan berkembang, di masyarakat daerah yang bersangkutan. Sedangkan prinsip otonomi yang bertanggung jawab, berkaitan dengan tugas, fungsi, tanggungjawab dan kewajiban daerah di dalam pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah. Artinya Daerah harus mempertanggung-jawabkan hak dan kewajibannya kepada masyarakat atas pencapaiantujuan otonomi daerah.Wujud tanggung jawab tersebut harus tercermin dan dibuktikan dengan peningkatanpelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik berdasarkan prinsip-prinsippelayanan publik, pengembangan demokrasi, keadilan dan pemerataan bagi masyarakatdaerahnya. Disamping itu, wujud pelaksanaan tanggung jawab daerah di dalampenyelenggaraan otonomi daerah juga harus didasarkan pada hubungan yang serasi antarsusunan pemerintahan dan kebijaksanaan pemerintahan nasional.
Otonomi daerah yang luas, tidak bermakna atau tidak berarti daerah dapat semenamena atau sebebas-bebasnya melakukan tindakan dan perbuatan hukum berdasarkan seleradan keinginan yang mengedepankan ego daerah. Penyelenggaraan otonomi yang luas, harus sejalan, selaras dan dilaksanakan bersama-sama dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, dan memperhatikan keserasian hubungan antar pemerintahan daerah danpemerintah nasional.Konsep Kebijakan Pelayanan Publik pada Era Otonomi Daerah Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diatur melaluiberbagai macam Peraturan Perundang-undangan, hakekatnya untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik. Konsep pemberian otonomi kepada daerah dan konsep desentralisasi yang telah diuraikan diatas, mengandung pemahaman bahwa kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah, adalah dalam kerangka terselenggaranya kepemerintahan yang baik, yang diwujudkan melalui tanggung jawab dan kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan publik untuk mensejahterakan masyarakat di daerahnya.Otonomi daerah adalah “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untukmengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatsetempat…”. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukumyang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus-urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkanaspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Definisi tersebut dapat diartikan, bahwa otonomi daerah adalah hak,wewenang dan kewajiban yang diberikan kepada kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur dan mengurusurusan pemerintahan untuk kepentingan mensejahterakan masyarakat.




D. PROGRAM JAMKESMAS DALAM PELAYANAN KESEHATAN
1. Masalah Pelaksanaan Program JPK MASKIN Tahun 2005-2007
• Pendataan sasaran maskin belum tuntas

• Peran/fungsi ganda dari penyelenggara, baik sebagai pengelola maupun pembayar

• RS belum melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya dengan baik

• Verifikasi tidak berjalan optimal

• Paket pelayanan belum diimbangi kebutuhan dana yang memadai

• Penyelenggara tidak menanggung risiko
2. Penyelenggaraan JAMKESMAS tahun 2008
a. Nama Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) tahun 2008
b. Pendanaan berasal dari bersumber dari APBN sebagai dana Bantuan Sosial Sektor Kesehatan.
c. Prinsip – prinsip Penyelenggaraan sebagai berikut :
 Dana amanah dan dikelola secara nirlaba
 Portabilitas dan Ekuitas
 Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara terstruktur berdasarkan kebutuhan medis yang cost efektif
 Iuran dijamin oleh pemerintah
 Dikelola secara transparan dan akuntabel
4. Pengelolaan meliputi :
a. Tatalaksana kepesertaaan,
b. Tatalaksana pelayanan kesehatan,
c. Tatalaksana administrasi keuangan
d. Pengorganisasian dan manajemen
5. Upaya-upaya perbaikan di Tahun 2008 :
a. Pemisahan fungsi pengelola dan pembayar
b. Percepatan Pembayaran Klaim
c. Diberlakukannya Paket Pelayanan
d. Meningkatkan Peran dan fungsi Pemerintahan Propinsi/Kab/Kota.


















BAB III
PEMBAHASAN




Kenaikan harga BBM baru-baru ini menyebabkan beban ekonomi yang dipikul masyarakat terutama masyarakat miskin semakin berat. Pemerintah memang telah membagikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan mengklaim telah menjamin kesehatan 76,4 juta jiwa warga miskin lewat program Jamkesmas, namun kenaikan harga BBM tetap berpengaruh terhadap naiknya biaya kesehatan. Setelah harga BBM naik, harga-harga produk barang dan jasa kian melonjak. Perusahaan farmasi pun kemudian berlomba-lomba menaikkan harga obat, termasuk obat generik, dengan alasan semakin mahalnya bahan baku. Memang departemen kesehatan telah berusaha memberikan insentif kepada perusahaan farmasi yang tidak menaikan harga obat. Akan tetapi, insentif tersebut diperkirakan tidak mampu menutupi biaya produksi dan harga bahan baku obat yang semakin tinggi. Selain itu, naiknya harga BBM juga membuat para penyedia layanan kesehatan menuntut harga jasa medis yang lebih besar. Hal ini diperparah dengan perilaku dokter dan rumah sakit yang kurang memperhatikan aspek kualitas pelayanan termasuk di dalamnya aspek efisiensi dan efektivitas. Para dokter cenderung tidak selektif dalam menentukan indikasi dan jenis pemeriksaan tambahan yang diperlukan oleh pasien. Sebagai contoh yaitu penggunaan antibiotik yang irrasional dan anjuran untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan penunjang yang berlebihan dengan motif mengejar keuntungan rumah sakit atau institusi kesehatan tertentu. Akibatnya, biaya pengobatan yang harus ditanggung pasien pun semakin melangit. Peralatan medis seperti ultrasonografi dan alat hemodialisis yang masih diimpor juga berperan terhadap naiknya biaya pelayanan kesehatan. Hal ini diperburuk dengan kurangnya pengawasan dalam alur birokrasi pemerintah. Oknum dari kalangan kesehatan sendiri seringkali memanfaatkan proyek pengadaan alat kesehatan untuk mengeruk uang negara dan mempertebal kantong pribadinya. Alih-alih semakin menguntungkan pasien, pengadaan alat-alat kesehatan malah semakin memberatkan pasien. Dampaknya? Kenaikan biaya kesehatan membuat masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah semakin terpuruk. Biaya jasa dokter dan rumah sakit yang semakin mahal, harga obat yang semakin melambung, beban biaya pemeriksaan penunjang, ditambah lagi kalau divonis harus rawat inap dan operasi, menjadi latar belakang mengapa kalangan masyarakat miskin makin sulit menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal. Karena biaya yang tidak ramah terhadap rakyat miskin tersebut, muncul jargon ‘orang miskin dilarang sakit’. Kalau hal ini dibiarkan terus berlanjut maka derajat kesehatan masyarakat akan menurun.
Siapakah yang bertanggung jawab untuk mencegahnya? Jawabannya adalah semua pihak. Dalam hal ini, baik pemerintah, penyedia layanan kesehatan, maupun masyarakat punya andil masing-masing. Sebenarnya masalah tersebut akan lebih terkontrol apabila sistem pembiayaan kesehatan di negara kita telah mengunakan sistem prospective payment. Sayangnya, saran konstruktif yang dikemukakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beberapa tahun lalu tersebut tak ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah. Ditinjau dari sudut pandang masyarakat sebagai konsumen, masyarakat perlu mengetahui perilaku berobat yang benar. Pengetahuan tentang kapan harus berobat ke dokter, perlu atau tidak mengonsumsi suplemen dan vitamin, apa yang perlu dipertimbangkan saat memilih rumah sakit, serta kesadaran akan haknya dalam pengambilan keputusan medis, harus diketahui oleh masyarakat. Sebab hal itu dapat membantu menghemat pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan. Sedangkan dokter sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dituntut untuk menjunjung tinggi profesionalisme-nya. Dokter perlu mempertimbangkan dengan baik setiap tindakan medis yang dilakukan agar selalu berdasarkan indikasi yang jelas serta disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, serta kemampuan pasien. Tentu kita tak ingin ‘larangan sakit’ jadi bagian dari daftar panjang penderitaan yang dirasakan rakyat miskin di negeri ini. Semoga dibalik semua kesulitan terdapat kemudahan. Kemudahan untuk saudara-saudara kita yang kekurangan.
Akibat kenaikan harga BBM, harga obat-obatan dan alat-alat kesehatan (Alkes) beranjak naik. Untuk obat-obatan, pemerintah menaikkan harga antara 10-20 persen, sedangkan Alkes 25-35 persen. Demikian dikatakan Ketua Gabungan Pengusaha Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Guntur Manurung SE. “Kenaikan BBM berpengaruh terhadap dunia usaha, khususnya bidang kesehatan,” jelas Guntur. Dikatakannya, 80 persen bahan-bahan baku maupun bahan jadi obat dan Alkes diimpor dari luar negeri. Dengan kenaikan harga minyak dunia, tentu produsen menyesuaikan harga sebagai akibat kenaikan BBM. Misalnya kata Guntur, biaya mencarter truk dari Jakarta sebelum kenaikan BBM Rp 5-6 juta, tapi sekarang sudah naik menjadi Rp 8 juta, ditambah lagi biaya tenaga kerja sehingga variabel ini mempengaruhi biaya produksi. Akibatnya pengusaha mau-tidak mau harus menaikkan cost per unit dari obat dan Alkes. Harga obat yang dinaikkan adalah obat generik, sedangkan obat paten menaikkan harga maksimal 3 kali lipat dari harga obat generik dan pengusaha menyesuaikannya. Hal itu menurut Guntur sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 696/Menkes/PER/VI/2007 tentang harga obat generik dan bermerek dagang (paten) pada sarana kesehatan. Tapi, kenaikan harga obat tidak akan berpengaruh kepada masyarakat ekonomi lemah. Karena Pemerintah telah memprogramkan Askeskin untuk orang miskin. Mereka gratis berobat, rawat inap di kelas III dan bebas biaya obat. Menurut Ketua Pengcab Karate Tako Medan ini, akibat kenaikan BBM yang tidak dapat dihindari ini Pemerintah terpaksa mengeluarkan BLT. Diharapkan, BLT ini dapat mengurangi kesulitan masyarakat kurang mampu. (www.hariansib.com).
Berbicara tentang masalah obat, pemerintah memberikan solusi dengan program obat murah yang sekarang ini sedang gencar di gerakkan. Masing – masing apotik wajib mempunyai dan menyediakan obat murah ini kepada masyarakat. Namun sebuah program tanpa di tunjang dari segi komunikasi dan juga sosialisasi dari pemerintah secara jelas dan merata akan menuai masalah dan kontroversi. Masalah yang dimaksud adaalah memang beberapa masyakat ada yang berpikir positif bahwa obat murah tersebut memang jalan terbaik di tengah kenaikan BBM dan krisis global, namun di sisi lain ada kelompok masyarakat yang memberikan pendapatnya dan menanyakan kualitas dari obat murah tersebut. Apakah obat yang murah kualitasnya pun jelek ? obat yang mahal belum tentu bisa menyembuhkan suatu penyakit. Kalu kita bisa menyembuhkan penyakit dengan obat Rp.1000 kenapa kita harus membeli oabat yang mahal.
Masalah yang lain timbul dimana di karenakan kenaikan BBM harga jasa, promosi obat, distribusi obat dan harga bahan dasar obat pun menjadi naik dan mahal oleh karena itu distributor dari program obat mura yaitu PT. INDOFARMA ikut – ikutan menaikkan harga obatnya. Meskipun pemerintah memiliki program jamkesmas namun kalau tidak di imbangi dengan penurunan harga BBM dan juga hasil dari SDM suatu daerah tidak terlalu mendukung untuk mengalokasikan dananya pada sektor kesehatan pada akhirnya akan membuat program ini menjadi Filed atau mengalami kegegalan. Belum lagi urusan adanya pemborongan masal oleh perusahaan lain dari obat murah tersebut. Dimana perusahaan – perusahaan ini membeli obat secara borongan dan akhirnya mengganti label obat murah dengan labelnya kemudian di pasarkan, tidakkah semua ini menambah penderitaan bagi masyarakat. Yang harus di lakukan pemerintah dalam hal ini adalah membuat suatu peraturan tegas terkait dengan program ini yaitu peraturan yang sanksi dan hukuman yang nyata dan berani terhadap pelaku yang melnggarnya. Kemudian,distibusi merata di seluruh wilayah, pengawasan yang ketat baik dari pemrintah daerah dan pemerintah pusat serta adanya sosialisasi secara jelas kepada masyarakat agar tidak terjadi lagi ketidaktahuan dan kontroversi di masyarakat.

Sebagai gambaran beberapa daerah yang ada di provinsi Kalimantan Selatan yang berobat dan diditangani oleh pemerintah terutama instansi kesehatan

Sumber: profil kesehatan kan/kota tahun 2006
























BAB IV
PENUTUP



A. SIMPULAN
1. Analisis kebijakan kesehatan adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak, dalam mengambil kebijakan di bidang kesehatan berlandaskan atas manfaat yang optimal yang akan diterima oleh masyarakat
2. Otonomi daerah adalah hak,wewenang dan kewajiban yang diberikan kepada kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur dan mengurusurusan pemerintahan untuk kepentingan mensejahterakan masyarakat.
3. Pelayanan Publik Pelayanan Umum menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan: “Sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di Pusat dan Daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/atau jasa, baikdalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”.
4. Yang harus dilakukan pemerintah terkait program obat murah Sosialisasi, distribusi yang merata, pengawasan ketat, dan ketegasan sikap terhadap oknum yang melanggar peraturan menjadi pekerjaan rumah pemerintah demi menyukseskan program ini.
B. SARAN
Semoga pemerintah daerah dan pusat bisa memperhatikan masalah yang ada didalam makalah ini, dan sebagai mahasiswa yang berkecimpung di dalam dunia kesehatan dapat mengaspirasikan ide – idenya, demi terwujudnya selogan departemen kesehatan ”Menuju Rakyat Sehat”.




DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ilmiah, Admnistrasi Publik, Birokrasi Era Reformasi, Vol. V No 1, September 2004 –Februari 2005.
Jurnal Ilmu Pemerintahan, Penataan Kelembagaan Pemerintahan, Edisi 7, Tahun 2002,Penerbit, Masyarakat Ilmu Pemerintahan.
Jurnal Desentralisasi, Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia, Volume 5 No. 3,Tahun 2004.
Jurnal Potret Suplai dan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia Ditulis oleh Irwandi, Rabu 29 Oktober 2009.
Jurnal ALTERNATIFKEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DI ERA OTONOMI DAERAH Ditulis oleh Karningsih.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Perspektif Islam 7 Ditulis oleh Pedy, Rabu 3 Juni 2009
Jurnal kebijakan sosial ditulis oleh edi suharto, PhD
Jurnal Strategi Pengembangan Asuransi Kesehatan di Era Desentralisasi ditulis oleh Hasbullah Thabrany2, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan, Universitas Indonesia
Jurnal Program Obat Murah Baru Setengah Jalan Ditulis oleh Prima Almazini 15 December 2008.
Sinambela., Lijan Poltak dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Bumi Aksara, Jakarta.
Profil kesehatan provinsi Kalimantan selatan
www. wikepedia.com
www.kebijakankesehatan.co.cc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar