BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola piker model perkembangan yang bersifat holistic. Untuk itu dalam mewujudkan paradigma sehat tersebut di tetapkan suatu visi, yaitu gambaran, prediksi atau harapan tentang keadaan masyarakat Indonesia yang akan dating yaitu menuju Indonesia sehat 2010. Untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 ditentukan misi pembangunan kesehatan. Diantaranya menggerakan perubahan nasional berwawasan kesehatan yang akan mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan individu, keluarga dan lingkungannya.
Meningkatnya pendapatan masyarakat, membaiknya status kesehatan dan gizi masyarakat, dan perubahan pola hidup telah meningkatkan usia harapan hidup dan populasi lanjut usia di Indonesia. Saat ini, Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (ageing structured population).
Saat ini Indonesia ada dalam transisi demografi, persentase Lansia diproyeksikan menjadi 11,34% pada tahun 2020 yang akan datang. Struktur masyarakat Indonesia berubah dari masyarakat atau populasi muda menjadi populasi tua pada tahun 2020. Piramida penduduk Indonesia berubah dari bentuk dengan basis lebar (fertilitas tinggi), menjadi piramida berbentuk kubah mesjid atau bawang (fertilitas dan mortalitas rendah) pada tahun 2020. Pergeseran ini menuntut perubahan dalam strategi pelayanan kesehatan, dengan kata lain lebih minta perhatian dan prioritas untuk penyakit-penyakit pada usia dewasa dan Lansia. Tapi dalam hal ini penyakit-penyakit pada balita dan anak-anak masih menjadi masalah yang belum diselesaikan. Ini menjadi beban ganda.
Perubahan struktur penduduk ini juga akan mempengaruhi ratio ketergantungan (Dependency Ratio), baik pada golongan anak yang tidak produktif (<15 tahun), dan golongan Lansia (>60 tahun), terhadap golongan usia 15-60 tahun yang produktif. Tahun 1971, Dependency Ratio total 86,84%. Angka ini makin menurun, sehingga tahun 2000, Dependency Ratio total 53,17%, seterusnya akan menurun sampai 41,38 pada tahun 2020, Dengan catatan Dependency Ratio Lansia akan makin naik dan Dependency Ratio anak muda makin menurun. Di Negara industri maju, Dependency Ratio ini sudah sangat rendah, yang berarti golongan produktif sudah sangat tinggi persentasenya.
Sesuai dengan Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mengamanatkan bahwa pemerintah dan masyarakat berkewajiban memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia. Dalam memberikan pelayanan sosial berdasarkan pada filosofi dan nilai sosial budaya masyarakat Indonesia yang berasas “Three Generation in One Roof” yang mengadung arti adanya pertautan yang bernuansa antar tiga generasi yaitu anak, orang tua dan kakek/nenek.
B. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian perlindungan fisik, karakteristik kemanan, faktor – faktor yang mempengaruhi, jenis – jenis bahaya yang mengancam fisik dan diagnosa yang berhubungan dengan katarak
2. Menjelaskan proses asuhan keperawatan lansia tentang perlindungan fisik
3. Menyimpulkan isi makalah
4. Memberikan saran
C. Manfaat
1. Memberikan Menjelaskan tentang pengertian perlindungan fisik, karakteristik kemanan, faktor – faktor yang mempengaruhi, jenis – jenis bahaya yang mengancam fisik dan diagnosa yang berhubungan dengan katarak
2. Memberikan penjelasan proses asuhan keperawatan lansia tentang perlindungan fisik
3. Memberikan kesimpulan
4. Memberikan saran dan kritik
5. Sebagai bahan diskusi dan bisa menjadi materi penelitian
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Dari Perlindungan Fisik
Keamanan adalah kebutuhan dasar manusia prioritas kedua berdasarkan kebutuhan fisiologis dalam hirarki Maslow yang harus terpenuhi selama hidupnya, sebab dengan terpenuhinya rasa aman setiap individu dapat berkarya dengan optimal dalam hidupnya. Mencari lingkungan yang betul-betul aman memang sulit, maka konsekuensinya promosi keamanan berupa kesadaran dan penjagaan adalah hal yang penting. Ilmu keperawatan sebagai ilmu yang berfokus pada manusia dan kebutuhan dasarnya memiliki tanggung jawab dalam mencegah terjadinya kecelakaan dan cedera sebagaimana merawat klien yang telah cedera tidak hanya di lingkungan rumah sakit tapi juga di rumah, tempat kerja, dan komunitas. Perawat harus peka terhadap apa yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi klien sebagai individu ataupun klien dalam kelompok keluarga atau komunitas. Secara umum keamanan (safety) adalah status seseorang dalam keadaan aman, kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politik, emosi, pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kerusakan, kecelakaan, atau berbagai keadaan yang tidak diinginkan (http://.en.wikipedia.org/wiki/safety). Menurut Craven:2000 keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit dan cedera tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktifitasnya. Keamanan dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan umum.
Keamanan fisik (Biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera (injury) baik secara mekanis, thermis, elektris maupun bakteriologis. Kebutuhan keamanan fisik merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam kesehatan fisik, yang pada pembahasan ini akan difokuskan pada providing for safety atau memberikan lingkungan yang aman.
B. Karakterisitk Keamanan
1. Pervasiveness (insidensi) Keamanan bersifat pervasive artinya luas mempengaruhi semua hal. Artinya klien membutuhkan keamanan pada seluruh aktifitasnya seperti makan, bernafas, tidur, kerja, dan bermain.
2. Perception (persepsi) Persepsi seseorang tentang keamanan dan bahaya mempengaruhi aplikasi keamanan dalam aktifitas sehari-harinya. Tindakan penjagaan keamanan dapat efektif jika individu mengerti dan menerima bahaya secara akurat.
3. Management (pengaturan) Ketika individu mengenali bahaya pada lingkungan klien akan melakukan tindakan pencegahan agar bahaya tidak terjadi dan itulah praktek keamanan. Pencegahan adalah karakteristik mayor dari keamanan.
C. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi keamanan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melindungi diri dari bahaya kecelakaan yaitu usia, gaya hidup, status mobilisasi, gangguan sensori persepsi, tingkat kesadaran, status emosional, kemampuan komunikasi, pengetahuan pencegahan kecelakaan, dan faktor lingkungan. Perawat perlu mengkaji faktor-faktor tersebut saat merencanakan perawatan atau mengajarkan klien cara untuk melindungi diri sendiri.
1. Usia
Individu belajar untuk melindungi dirinya dari berbagai bahaya melalui pengetahuan dan pengkajian akurat tentang lingkungan. Perawat perlu untuk mempelajari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam individu sesuai usia dan tahap tumbuh kembangnya sekaligus tindakan pencegahannya.
2. Gaya Hidup
Faktor gaya hidup yang menempatkan klien dalam resiko bahaya diantaranya lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal didaerah dengan tingkat kejahatan tinggi, ketidakcukupan dana untuk membeli perlengkapan keamanan,adanya akses dengan obat-obatan atau zat aditif berbahaya.
3. Status mobilisasi
Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralisis, kelemahan otot, gangguan keseimbangan/koordinasi memiliki resiko untuk terjadinya cedera.
4. Gangguan sensori persepsi
Sensori persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat penting bagi keamanan seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa, dengar, raba, cium, dan lihat, memiliki resiko tinggi untuk cedera.
5. Tingkat kesadaran
Kesadaran adalah kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan, reaksi tubuh, dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan. Klien yang mengalami gangguan kesadaran diantaranya klien yang kurang tidur, klien tidak sadar atau setengah sadar, klien disorientasi, klien yang menerima obat-obatan tertentu seperti narkotik, sedatif, dan hipnotik.
6. Status emosional
Status emosi yang ekstrim dapat mengganggu kemampuan klien menerima bahaya lingkungan. Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan konsentrasi dan menurunkan kepekaan pada simulus eksternal. Klien dengan depresi cenderung lambat berfikir dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan.
7. Kemampuan komunikasi
Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan mengemukakan informasi juga beresiko untuk cedera. Klien afasia, klien dengan keterbatasan bahasa, dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa mengartikan simbol-simbol tanda bahaya.
8. Pengetahuan pencegahan kecelakaan
Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan. Klien yang berada dalam lingkungan asing sangat membutuhkan informasi keamanan yang khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang dapat mencegah terjadinya cedera.
9. Faktor lingkungan
Lingkungan dengan perlindungan yang minimal dapat beresiko menjadi penyebab cedera baik di rumah, tempat kerja, dan jalanan.
D. Jenis – Jenis Bahaya Yang mengancam Keamanan Fisik
Beberapa bahaya yang sering mengancam klien baik yang berada di tempat pelayanan kesehatan, rumah, maupun komunitas diantaranya:
1. Api /kebakaran
Api adalah bahaya umum baik di rumah maupun rumah sakit. Penyebab kebakaran yang paling sering adalah rokok dan hubungan pendek arus listrik. Kebakaran dapat terjadi jika terdapat tiga elemen sebagai berikut: panas yang cukup, bahanbahan yang mudah terbakar, dan oksigen yang cukup.
2. Luka bakar (Scalds and burns)
Scald adalah luka bakar yang diakibatkan oleh cairan atau uap panas, seperti uap air panas. Burn adalah luka bakar diakibatkan terpapar oleh panas tinggi, bahan kimia, listrik, atau agen radioaktif. Klien dirumah sakit yang berisiko terhadap luka bakar adalah klien yang mengalami penurunan sensasi suhu dipermukaan kulit.
3. Jatuh
Terjatuh bisa terjadi pada siapa saja terutama bayi dan lansia. Jatuh dapat terjadi akibat lantai licin dan berair, alat-alat yang berantakkan, lingkungan dengan pencahayaan yang kurang.
4. Keracunan
Racun adalah semua zat yang dapat mencederai atau membunuh melalui aktivitas kimianya jika dihisap, disuntikkan, digunakan, atau diserap dalam jumlah yang cukup sedikit. Penyebab utama keracunan pada anak-anak adalah penyimpanan bahan berbahaya atau beracun yang sembarangan, pada remaja adalah gigitan serangga dan ular atau upaya bunuh diri. Pada lansia biasanya akibat salah makan obat (karena penurunan pengelihatan) atau akibat overdosis obat (karena penurunan daya ingat).
5. Sengatan listrik
Sengatan listrik dan hubungan arus pendek adalah bahaya yang harus diwaspadai oleh perawat. Perlengkapan listrik yang tidak baik dapat menyebabkan sengatan listrik bahkan kebakaran, contoh: percikan listrik didekat gas anestesi atau oksigen konsentrasi tinggi. Salah satu pencegahannya adalah dengan menggunakan alat listrik yang grounded yaitu bersifat mentransmisi aliran listrik dari suatu objek langsung kepermukaan tanah.
6. Suara bising
Suara bising adalah bahaya yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi pendengaran, tergantung dari: tingkat kebisingan, frekuensi terpapar kebisingan, dan lamanya terpapar kebisingan serta kerentanan individu. Suara diatas 120 desibel dapat menyebabkan nyeri dan gangguan pendengaran walaupun klien hanya terpapar sebentar. Terpapar suara 85-95 desibel untuk beberapa jam per hari dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang progressive. Suara bising dibawah 85 desibel biasanya tidak mengganggu pendengaran.
7. Radiasi
Cedera radiasi dapat terjadi akibat terpapar zat radioaktif yang berlebihan atau pengobatan melalui radiasi yang merusak sel lain. Zat radioaktif digunakan dalam prosedur diagnoostik seperti radiografi, fluoroscopy, dan pengobatan nuklir. Contoh isotop yang sering digunakan adalah kalsium, iodine, fosfor.
8. Suffocation (asfiksia) atau Choking (tersedak)
Tersedak (suffocation atau asphyxiation) adalah keadaan kekurangan oksigen akibat gangguan dalam bernafas. Suffocation bisa terjadi jika sumber udara terhambat/terhenti contoh pada klien tenggelam atau kepalanya terbungkus plastik. Suffocation juga bisa disebabkan oleh adanya benda asing di saluran nafas atas yang menghalangi udara masuk ke paru-paru. Jika klien tidak segera ditolong bisa terjadi henti nafas dan henti jantung serta kematian.
9. Lain-lain
kecelakaan bisa juga disebabkan oleh alat-alat medis yang tidak berfungsi dengan baik (equipment-related accidents) dan kesalahan prosedur yang tidak disengaja (procedure-related equipment).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi masalah keperawatan meliputi aspek :
1. Riwayat kesehatan ( masalah kesehatan klien, masalah kesehatan keluarga keturunan)
2. Alasan masuk panti/ alasan masuk rumah sakit
3. Fisik : sistem tubuh (Sistem persyarafan, kardiovaskuler, gastrointestinal, genitovrinarius, sistem kulit, sistem musculoskeletal) , pemeriksaan fisik ( tanda – tanda vital )
4. Kebiasaan biologis hari – hari ( pola makan, pola minum, pola tidur, eliminasi, aktivitas setiap hari, rekreasi)
5. Psikologis : status emosi dan kejiwaan
6. Sosial ekonomi : dukungsn dari keluarga, dukungan dari warga sekitar, hubungan dengan keluarga,hubungan dengan orang lain
7. Spiritual/kultural : pelaksanaan ibadah, persepsi kesehatan diri dengan agama, keyakinan terhadap kesehatan
Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi: pengkajian resiko (Risk assessment tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien (home hazards appraisal).
1. Pengkajian Resiko
a) Jatuh
Usia klien lebih dari 65 tahun
Riwayat jatuh di rumah atau RS
Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran
Kesulitan berjalan atau gangguan mobilitas
Menggunakan alat bantu (tongkat, kursi roda, dll)
Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya ingat)
Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers, analgesics, diuretics, or laxatives)
b) Riwayat kecelakaan
Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami kecelakaan berulang, oleh karena itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk memprediksi kemungkinan kecelakaan itu terulang kembali
c) Keracunan
Beberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap keracunan. Pengkajian meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko bahaya keracunan dan upaya pencegahannya.
d) Kebakaran
Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang sejauh mana klien mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan klien dan keluarga tentang upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api.
2. Pengkajian Bahaya
Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga, kamar mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik, dll apakah dalam keadaan aman atau dapat mengakibatkan kecelakaan.
3. Pengkajian Keamanan (spesifik pada lansia di rumah)
Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada lansia memiliki insidensi yang cukup tinggi, banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan meninggal. Bahaya yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang terstuktur. Contoh pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang dikeluarkan oleh Departemen kesehatan dan pelayanan masyarakat Amerika.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik menurut NANDA adalah
Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury). Seorang klien dikatakan mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi lingkungan dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan cedera.
Diagnosa umum tersebut memiliki tujuh subkatagori yang memungkinkan perawat menjelaskan cedera secara lebih spesifik dan atau untuk memberikan intervensi yang tepat (Wilkinson, 2000):
Resiko terjadinya keracunan: adanya resiko terjadinya kecelakaan akivat terpapar, atau tertelannya obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan keracunan.
Resiko terjadinya sufokasi: adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak adekuatnya udara untuk proses bernafas.
Resiko terjadinya trauma: adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan (ms. Luka, luka bakar, atau fraktur).
Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaringeal, benda padat atau cairan kedalam saluran pernafasan. • Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan): klien beresiko terhadap kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas sistem muskuloskeletal yang direncanakan atau tidak dapat dihindari.
C. Perencanaan
Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu: Pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi lingkungan agar lebih aman.
Diagnosa: Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu melihat)
Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera (jatuh) tidak terjadi
Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi lingkungan dan pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan Klien mampu:
Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera
Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,
Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
Intervensi:
1. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.
2. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
3. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 1
4. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
5. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan yang baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya ditempat yang aman)
6. Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.
Secara umum kriteria hasil paling penting pada kasus resiko tinggi cidera adalah membantu klien untuk mengidentifikasi bahaya, dan mampu melakukan tindakan menjaga keamanan. Kriteria hasil yang lebih spesifik diantaranya Klien mampu: mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera, mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu, melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
D. Implementasi
Implementasi berikut bersifat spesifik untuk beberapa bahaya tertentu (tidak berhubungan dengan kasus):
1. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia
Memastikan keamanan klien pada semua usia berfokus pada: obsevasi atau prediksi situasi yang mungkin membahayakan sehingga dapat dihindari dan memberikan pendidikan kesehatan yang memberikan kekuatan bagi klien untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari cedera secara mandiri. Aspek pendidikan kesehatan yang lebih spesifik sesuai rentang usia klien dapat anda lihat pada Kozier, 2004: 674-675.
2. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan perawat adalah memastikan bahwa ketiga elemen tersebut dapat dihilangkan. Jika kebakaran sudah terjadi ada dua tujuan yang harus dicapai yaitu: melindungi klien dari cedera dan membatasi serta memadakan api.
Di pusat pelayanan kesehatan
Upaya pencegahan: Memastikan nomor telpon darurat ada disemua pesawat, Mengatur situasi sehingga alat-alat atau benda-benda yang tidak perlu tidak berada di lorong jalan, Menempatkan prosedur evakuasi dan penanganan kebakaran disemua tempat, Mengorientasikan seluruh karyawan tentang jenis-jenis kebakaran dan penanganannya.
Jika kebakaran terjadi: Mengevakuasi klien kearea yang aman, aktifkan alarm, jika api kecil lakukan pemadaman dengan alat pemadam yang ada, tutup pintu dan jendela jika perlu ketahui derajat kebakaran untuk menentukan jenis pemadam yang tepat.
3. Mencegah terjadinya jatuh pada klien
Orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem komunikasi yang ada
Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak
Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
Berikan alas kaki yang tidak licin
Berikan pencahayaan yang adekuat
Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas
Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin
Lengkapnya bisa dilihat pada Kozier, 2004:679
4. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang:
Pasang pengaman tempat tidur dengan dilapisi kain tebal (mencegah nyeri saat terbentur)
Pasang spatel lidah untuk mencegah terhambatnya aliran udara
Longgarkan baju dan ikatan leher (kerah baju)
Kolaborasi pemberian obat antikonvulsi.
Berikan masker oksigen jika diperlukan
5. Memberikan pertolongan bila terjadi keracunan
Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat bila terjadi keracunan melalui identifikasi adanya zat-zat beracun dirumah yang terkonsumsi, segera laporkan ke institusi kesehatan terdekat serta menyebutkan nama dan gejala yang dialami klien, jaga klien pada posisi tenang ke satu sisi atau dengan kepala ditempatkan diantara kedua kaki untuk mencegah aspirasi.
6. Memberikan pertolongan bagi klien yang terkena sengatan listrik
Jika seseorang terkena macroshock (sengatan listrik yang cukup besar) jangan sentuh klien tersebut sampai pusat listrik dimatikan dan klien aman dari arus listrik. Macroshock sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka bakar, kontraksi otot, dan henti nafas serta henti jantung. Untuk mencegah macroshock gunakan mesin/alat listrik yang berfungsi dengan baik, pakai sepatu dengan alas karet, berdirilah diatas lantai nonkonduktif, dan gunakan sarung tangan non konduktif.
7. Melakukan penanganan bagi klien yang terpapar kebisingan
Kebisingan memiliki efek psikososial dan efek fisiologis. Efek psikososial seperti rasa jengkel, tidur dan istirahat terganggu, serta gangguan konsentrasi dan pola komunikasi. Efek fisiologis meliputi peningkatan nadi dan respirasi, peningkatan aktifitas otot, mual, dan kehilangan pendengaran jika intensitas suara tepat. Kebisingan dapat diminimalisir dengan memasang genting, dinding, dan lantai yang kedap suara; memasang gorden; memasang karpet; atau memutar background music.
8. Melakukan Heimlich maneuver pada klien yang mengalami tersedak.
9. Melakukan perlindungan terhadap radiasi
Tingkat bahaya radiasi tergantung dari: lamanya, kedekatan dengan sumber radioaktif, dan pelindung yang digunakan selama terpapar radiasi. Upaya yang harus dilakukan oleh perawat dalam hal ini adalah memakai baju khusus, memakai sarung tangan, mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan, dan membuang semua benda yang terkontaminasi.
10. Melakukan pemasangan restrain pada klien
Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerakan/aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien. Restrain diklasifikasikan menjadi fisikal(physical) dan kemikal(chemical) restrain. Fisikal restrain adalah restrain dengan metode manual atau alat bantu mekanik, atau lat-alat yang dipasang pada tubuh klien sehingga klien tidak dapat bergerak dengan mudah dan terbatas gerakannya. Kemikal restrain adalah restrain dalam bentuk zat kimia neuroleptics, anxioulytics, sedatif, dan psikotropika yang digunakan untuk mengontrol tingkahlaku sosial yang merusak.
Restrain sebaiknya dihindari sebab berbagai komplikasi sering dikeluhkan akibat pemasangan restrain. Komplikasi fisik diantaranya luka tekan, retensi urin, inkontinensia, dan sulit BAB, bahkan kematian pun dilaporkan. Komplikasi psikologisnya adalah penurunan harga diri, bingung, pelupa, depresi, takut, dan marah. Restrain hendaknya digunakan sebagai alternatif terakhir. Bila dilakukan maka haruslah
o dibawah pengawasan dokter dengan perintah tertulis, apa penyebabnya, dan untuk berapa lama
o klien setuju dengan tindakan tersebut.
Implikasi legal pemasangan restrain
Untuk melindungi klien dan mencegah masalah legal, perawat perlu mengikuti aturan berikut:
1. Perhatikan panduan tiap-tiap restrain yang akan digunakan
2. Gunakan restrain hanya bila dibutuhkan untuk kesehatan dan keselamatan klien
3. Jika dilakukan pemasangan restrain, dokumentasikan: penyebab, tipe, informed consent yang diberikan, respon klien, waktu pemasangan dan pelepasan, asuhan keperawatan yang diberikan, tanda-tangan dokter dan perawat
4. Lakukan evaluasi secara periodik
Memilih restrain
Dalam memilih restrain perlu memenuhi lima kriteria berikut:
1. Membatasi gerak klien sesedikit mungkin
2. Paling masuk akal/bisa diterima oleh klien dan keluarga
3. Tidak mempengaruhi proses perawatan klien
4. Mudah dilepas/diganti
5. Aman untuk klien
Macam-macam restrain
1. Limb restraints (restrain pergelangan tangan), elbow restraints (khusus untuk daerah sikut)
2. Mummy restraints (pada bayi), crib nets (box bayi dengan penghalang)
3. Jacket restraints (jaket),
4. belt restraints (sabuk),
5. mitt or hand restraints (restrain tangan),
E. Evaluasi
Melalui data yang dikumpulkan selama pemberian asuhan keperawatan perawat dapat menilai apakah tujuan asuhan telah tercapai. Jika belum tercapai maka perawat perlu melakukan eksplorasi penyebabnya. Diantaranya perawat dapat menanyakan beberapa hal berikut pada klien:
Sudahkan anda melakukan semua tindakan pencegahan?
Tindakan pencegahan apa yang klien tahu?
Apakah klien menyetujui semua tindakan pencegahan yang diajarkan?
Sudahkah perawat menulis dan mengimplementasikan rencana pendidikan kesehatan pada klien?
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keamanan fisik (Biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera (injury) baik secara mekanis, thermis, elektris maupun bakteriologis
2. Karakterisitk Keamanan antara lain : Pervasiveness, Perception (persepsi) Management (pengaturan)
3. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melindungi diri dari bahaya kecelakaan yaitu usia, gaya hidup, status mobilisasi, gangguan sensori persepsi, tingkat kesadaran, status emosional, kemampuan komunikasi, pengetahuan pencegahan kecelakaan, dan faktor lingkungan.
4. Beberapa bahaya yang sering mengancam klien baik yang berada di tempat pelayanan kesehatan, rumah, maupun komunitas diantaranya: Api (kebakaran), luka baker jatuh, keracunan, sengatan listrik, suara bising, radiasi, asfiksia, dan lain - lain
5. Pengkajian yang dilakukan antara lain : riwayat kesehatan, alasan masuk panti, fisik, psikologis, sosial-ekonomi, spiritual, serta kebiasaan sehari - hari
6. Pengkajian lain : pengkajian resiko, pengkajian bahaya, dan pengkajian keamanan.
7. Diagnosa diantaranya Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury), Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu melihat) Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks
B. Saran
1. Pemerintah harus meningkatkan pelayanan kesehata kepada lansia, jangan hanya meningkatkan pelayanan di bidang ibu hamil atau penyakit infeksi saja
2. Pemerintah harus menindak lanjuti kasus kekerasan pada lansia
3. Peningkatan pelayanan baik sarana dan prasarana yang memudahkan lansia menjalankan aktifitasnya sangat bermanfaat bagi kesejahteraan lansia
4. Perawat harus bekerja lebih profesional lagi
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahyudi, SKM, 1995, Perawatan Lanjut Usia, Jakarta : EGC
Anonym, Panduan Gerontologi, Jakarta: EGC
http://.en.wikipedia.org/wiki/safety
www.nmsu.edu/safety/program-link.htm
http://wps.prenhall.com/chet_kozier_fundamentals_7/0,7865,764086-,00.html
http://www.dinsos.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id=60
http://www.ivanishadisofyan.blogspot.com
http://imron46.blogspot.com/2009/02/elder-abuse.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar