BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Sakit dalam Pandangan Islam
Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan umat manusia secara beramai-ramai memburu kemewahan hidup, disisi lain masih banyak manusia yang terkungkung dengan penderitaan hidup. Akibat ketidak mampuan mengatasi kesulitan hidup banyak manusia yang mengalami kegoncangan jiwa karena tertekan oleh suatu kondisi. Kondisi yang menekan ini membuat jiwanya goncang lalu menimbulkan penderitaan bathin atau muncul bermacam-macam penyakit pada fisik.
Dalam perjalanan hidupnya didunia, manusia menjalani tiga keadaan penting: sehat, sakit atau mati. Kehidupan itu sendiri selalu diwarnai oleh hal-hal yang saling bertentangan, yang saling berganti mengisi hidup ini tanpa pernah kosong sedikit pun. Sehat dan sakit merupakan warna dan rona abadi yang selalu melekat dalam diri manusia selama dia masih hidup. Tetapi kebanyakan manusia memperlakukan sehat dan sakit secara tidak adil. Kebanyakan mereka menganggap sehat itu saja yang mempunyai makna. Sebaliknya sakit hanya dianggap sebagai beban dan penderitaan, yang tidak ada maknanya sama sekali. Orang yang beranggapan demikian jelas melakukan kesalahan besar, sebab Allah SWT selalu menciptakan sesuatu atau memberikan suatu ujian kepada hambanya pasti ada hikmah / pelajaran dibalik itu semua. (Q.S. Shaad : 27).
Walaupun demikian tidak seorang pun menginginkan dirinya sakit, namun kalau dia datang manusia tidak kuasa untuk menolaknya. Dalam keadaan sakit seseorang selain mengeluhkan penderitaan fisiknya juga biasanya disertai gangguan/guncangan jiwa dengan gejala ringan seperti stes sampai tingkat yang lebih berat. Hal ini wajar karena secara fisik seseorang yang sedang sakit akan dihadapkan kepada tiga alternatif kemungkinan yang akan dialaminya, yaitu : sembuh sempurna, sembuh disertai cacat sehingga terdapat kemunduran menetap pada fungsi-fungsi organ tubuhnya, atau meninggal dunia. Alternatif meninggal umumnya cukup menakutkan bagi mereka yang sedang sakit, karena mereka seperti juga kebanyakan diantara kita belum siap menghadapi panggilan malakul maut. Kecemasan atau ketakutan pada penderita ini, dapat menyebabkan timbulnya stess psikis yang justru akan melemahkan respons imonologi (daya tahan tubuh) dan mempersulit proses penyembuhan diri bagi mereka yang sakit. Menghadapi kondisi seperti ini bimbingan ruhani sangat diperlukan agar jiwa manusia tidak terguncang dan menjadi lebih kuat, yang pada akhirnya akan membantu proses kesembuhan.
Gangguan psikis lainnya yang sering dialami oleh orang sakit adalah rasa putus asa, terutama bagi penderita yang kronis dan susah sembuh. Karena tipisnya aqidah (keimanan) kemudian muncul keinginan pada diri orang sakit untuk mengakhiri hidup dengan jalan yang tidak diridhai Allah SWT. Semua ini diakibatkan oleh hilangnya keyakinan kepada rahmat Allah SWT, sehingga kadang kala ada pasien yang sengaja meninggalkan ibadah sehari-hari, seperti doa, dzikir, atau sholat. Akibatnya semakin gersanglah nurani orang sakit tersebut dari sibghah ilahi rabbi.
Sakit sebagai salah satu ciptaan Allah SWT yang ditimpakan kepada manusia juga pasti ada maksudnya. Salah satu hikmah Allah SWT kepada hamba-Nya adalah sebagai ujian dan cobaan untuk membuktikan siapa-siapa saja yang benar-benar beriman. Firman Allah SWT :
Artinya : 214- Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Q.S. Al Baqarah : 214).
Demikianlah Allah SWT akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kebaikan dan keburukan. Dia menguji manusia berupa kesehatan, agar mereka bersyukur dan mengetahui keutamaan Allah SWT serta kebaikan-Nya kepada mereka. Kemudian Allah SWT juga akan menguji manusia dengan keburukan seperti sakit dan miskin, agar mereka bersabar dan memohon perlindungan serta berdo'a kepada-Nya.
Amat banyak orang yang tidak memahami kenapa ia harus sakit, sehingga secara tidak sadar ia menganggap bahwa penyakit yang dideritanya tersebut sebagai malapetaka atau kutukan Allah yang dijatuhkan kepadanya. Tidak sedikitpun orang yang tatkala ditimpa penyakit menjadi putus asa, kehilangan pegangan, bahkan berburuk sangka kepada Allah SWT. Lalu timbul rasa tidak puas kepada Allah SWT, merasa bahwa dengan sakitnya itu Allah bersikap tidak adil, sehingga ia tidak lagi menjalankan kewajiban-kewajiban-Nya sebagai hamba Allah. Padahal di waktu sehat, ia selalu mengucapkan dalam salatnya :
Artinya : "Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam" (Q.S. Al An'am : 162)
Dalam pandangan Islam, penyakit merupakan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Ketika seseorang sakit disana terkandung pahala, ampunan dan akan mengingatkan orang sakit kepada Allah SWT. Aisyah pernah meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda : 'Tidak ada musibah yang menimpa diri seorang muslim, kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya, sampai-sampai sakitnya karena tertusuk duri sekalipun" (H.R. Buchari).
Allah SWT menciptakan cobaan antara lain untuk mengingatkan manusia terhadap rahmat-rahmat yang telah diberikan-Nya. Allah SWT memberikan penyakit agar setiap insan dapat menyadari bahwa selama ini dia telah diberi rahmat sehat yang begitu banyak. Namun kesehatan yang dimilikinya itu sering kali di abaikan, bahkan mungkin disia-siakan. Padahal ia mempunyai harga yang sangat bernilai tiada tolak ukur dan bandingannya.
Disamping itu, sakit juga digunakan oleh Allah SWT untuk memperingatkan manusia atas segala dosa-dosa dan perbuatan jahatnya selama hidup di dunia. Kalau dahulu seorang insan yang banyak berbuat kesalahan tidak berfikir tentang dosa dan pahala, maka disaat sakit biasanya manusia teringat akan dosa-dosanya sehingga ia berusaha untuk bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT.
B. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana cara mendampingi atau menghadapi orang yang sakit, sakaratul maut dan meninggal dunia dalam pandangan agama islam.
BAB II
ISI
A. Cara Beribadah Orang Sakit
Orang yang sakit tetap dapat melaksanakan ibadah semampunya. Seperti berzikir, bershalawat, membaca doa-doa, maupun melaksanakan shalat sekalipun. Jika masih maupun dan sanggup, wajib dalam melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri sekalipun bersandar ke dinding atau ke tiang atau tongkat. Berikut cara-cara shalatnya :
Jika tidak sanggup shalat berdiri hendaklah ia shalat dengan duduk. Lalu pada waktu berdiri dan ruku’ sebaiknya duduk bersila sedangkan pada waktu sujud sebaiknya dia duduk iftirasy.
Jika tidak sanggup shalat sambil duduk boleh shalat sambil berbaring bertumpu pada sisi badan menghadap kiblat. Dan bertumpu pada sisi kanan lebih utama daripada sisi kiri. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat boleh menghadap ke mana saja dan tidak perlu megulangi shalatnya.
Jika tidak sanggup shalat berbaring boleh shalat sambil terlentang dengan menghadapkan kedua kaki ke kiblat. Dan yang lebih utama yaitu dengan mengangkat kepala untuk menghadap kiblat.
Jika tidak bisa menghadapkan kedua kakinya ke kiblat dibolehkan shalat menghadap ke mana saja.
Orang sakit wajib melaksanakan ruku’ dan sujud jika tidak sanggup cukup dengan membungkukkan badan pada ruku’ dan sujud dan ketika sujud hendaknya lebih rendah dari ruku’. Dan jika sanggup ruku’ saja dan tidak sanggup sujud dia boleh ruku’saja dan menundukkan kepala saat sujud. Demikian pula sebaliknya jika dia sanggup sujud saja dan tidak sanggup ruku’ dia boleh sujud saja dan ketika ruku’ dia menundukkan kepala. Isyarat dengan mata ketika ruku’ dan dengan memejamkan lebih kuat ketika sujud. Jika tidak sanggup juga shalat dengan menggerakkan kepala dan isyarat mata hendaknya ia shalat dengan hatinya dia berniat ruku’ sujud dan berdiri serta duduk. Masing-masing orang akan diganjar sesuai dengan niatnya.
Orang yang sakit wajib melaksanakan semua kewajiban shalat tepat pada waktunya menurut kemampuannya. Jika termasuk orang yang kesulitan berwudhu dia boleh menjamak shalatnya seperti layaknya seorang musafir. Jika dia sulit untuk shalat pada waktunya boleh menjamak antara dzuhur dengan ashar dan antara magrib dan isya baik jamak taqdim maupun jamak takhir sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia mau dia boleh memajukan shalat asharnya di gabung dengan dzuhur atau mengakhirkan dzuhurnya digabung dengan ashar di waktu shalat ashar. Jika mau boleh juga dia memajukan shalat isya untuk digabung engan shalat maghrib diwaktu maghrib atau sebaliknya. Adapun shalat subuh maka tidak boleh dijamak dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya karena waktunya terpisah dari waktu shalat sebelumnya dan shalat sesudahnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya “ Dan dirikanlah salah dari sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam dan shalat shubuh. Sesungguhnya shalat shubuh itu di saksikan”.
B. Pendampingan Terhadap Orang Sakit
Orang sakit biasanya mengalami krisis psikologis dalam dirinya, oleh karena itu hendaknya didampingi dan diberi perhatian lebih, serta dorongan motivasi untuk kesembuhannya. Doa-doa serta dzikir dirasa mampu mengurangi rasa sakit orang yang merasakannya. Karena dalam doa dan dzikir tersebut terdapat ilmu ikhlas sebagai hamba Allah swt yang tidak mempunyai daya dan upaya dihadapan-nya. Kita dapat mendampinginya sebagai wujud bertawaqal dan menyerahkan diri kepada Allah swt dan menyadari segalanya kembali atas kehendaknya.
C. Bimbingan Terhadap Pasien Yang Sakaratul Maut
Mati adalah kata yang tidak disukai oleh kebanyakan orang. Banyak yang menghindar darinya. Kematian itu sendiri tentunya lebih ditakuti dari sekadar kata mati. Tidak hanya oleh manusia, binatang pun takut mati. Seakan tidak ada yang sudi mati.
Hal ini wajar bagi makhluk yang bernyawa, karena mati merupakan sebab berpisahnya seorang dari hal yang ia senangi, berpisah dari dunia dan segala isinya. Sementara manusia memang mencintai dunia dan seisinya. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wata'ala, yang artinya;
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Al-Imran: 14)
Di sisi lain, ada yang menyangka bahwa kematian menjanjikan ketenangan. Karenanya, kita sering mendengar kasus bunuh diri. Orang itu mengira kematian merupakan solusi ampuh untuk mengatasi semua masalah.
Ada juga golongan manusia yang sepanjang harinya bermaksiat, seakan-akan maut tidak akan menjemputnya.
a. Hidup tak kekal
Perumpamaan hidup di dunia, sebagaimana yang dikatakan Al-Hafizh Ibnu Hajar—rahimahullah, ia bagaikan budak yang diperintahkan tuannya untuk ke kota lain agar menunaikan tugasnya. Setelah selesai, tentu ia harus segera kembali, bukannya berlama-lama di kota itu. Jika budak itu berusaha melarikan diri dari tuannya dan bersembunyi di kota tersebut, tentu ia akan dicari dan dipaksa pulang kembali.
Begitu pun kehidupan ini. Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian. Manusia yang asalnya dari tanah maka kepada tanahlah juga akan dikembalikan.
“Dari bumi (tanah) itulah kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan dari padanya kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (QS. Thaha: 55).
Kematian pasti akan menemui setiap orang, tiada yang mampu menghindar darinya. Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman, artinya, “Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (QS. Ali Imran: 180).
Ayat di atas mestinya bisa mejadi peringatan bagi seluruh makhluk akan adanya kematian. Dan ini sekaligus pembuktian bahwasanya dunia ini tak abadi. Di sinilah perlunya peringatan, dan Allah Subhaanahu Wata'ala begitu banyak memberikan peringatan kepada manusia. Namun terkadang manusia tidak menyadari peringatan itu. Atau pura-pura tidak tahu? Di antara peringatan Allah Subhaanahu Wata'ala itu ialah umur yang semakin bertambah, munculnya uban, penglihatan mulai rabun, kurangnya pendengaran, dan sakit. Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman, artinya:
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat. Kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Mahamengetahui lagi Mahakuasa. (QS. Ar-Rum: 54)
Seperti bayi yang tak bisa apa-apa, tua renta dan kematian pun adalah kondisi yang kental dengan kelemahan. Terutama kelemahan saat menghadapi sakaratul maut. Sakaratul maut yang menjadi gerbang keluar dari kehidupan dunia begitu dahsyat hingga tidak sekadar melemahkan fisik tapi juga akal.
Akhir kehidupan yang sangat dahsyat yang menunggu manusia; seharusnya menyadarkan bahwasanya ia bukanlah jasad semata, melainkan jiwa yang 'dibungkus' dalam jasad. Manusia harus paham akan kematian jasadnya—yang ia coba untuk miliki seakan-akan mau hidup selamanya di dunia yang sementara ini. Tubuh yang dianggap sangat penting ini akan membusuk serta menjadi kerangka.
b. Tercabutnya ruh dari jasad
Ummul Mukminin Aisyah—radiallahu anha, istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkata:
"Aku belum pernah melihat seorang yang mengalami derita sebarat yang dialami oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas menggambarkan, sebelum semua orang sampai ke sana, ada prahara besar menjelang kematian. Ada derita luar biasa. Iya, dia tidak lain adalah sakaratul maut. Semua itu dapat disaksikan dan dirasakan oleh orang yang menjelang ajal. Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman, artinya:
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya". (QS. Qaaf: 19)
Hadits ini juga menyampaikan kepada kita bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun mengalaminya.
Al-Hafifzh Ibnu Hajar—rahimahullah—berkata, "Berdasarkan hadits Aisyah tentang kondisi wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, menunjukkan bahwa sengsaranya seseorang ketika sakaratul maut tidak menunjukkan rendahnya kedudukan di hadapan Allah Subhaanahu Wata'ala, justru menunjukkan tambahan kebahagian baginya atau sebagai penebus atas dosa-dosanya."
Pernyataan Ibnu Hajar, diperkuat oleh sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang artinya, Kebanyakan dalil yang menunjukkan bahwa kepayahan sekarat yang dialami oleh orang shalih hanya pada awal pencabutan ruh. Ketika ruh akan diangkat, para malaikat datang memberikan ketenagan dan kabar yang menyenangkan. Pada saat itulah seorang mukmin merasakan kegembiraan yang luar biasa hingga lenyap pula derita yang dirasakannya. Kemudian ruhnya keluar dengan tenang dan mudah. Inilah kondisi kaum muslimin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wata'ala yang artinya,
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushshilat: 30).
Menjelang kematian, seseorang menjadi dan keluarganya. Di saat itu, malaikat datang dan memberikan kabar gembira kepada seorang mukmin. Yaitu dimintanya untuk keluar dengan tenang dan kembali kepada ridha-Nya serta ia dimasukkan ke dalam surga Allah. Allah Subhaanahu Wata'ala firman, artinya:
"Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. Al-Fajr: 28-30).
Hal ini pun pernah dikabarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Dari Barra' bin Azib berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
"Seorang mukmin ketika hendak meninggalkan dunia menuju akhirat, turunlah para malaikat kepadanya dari langit, wajahnya putih bersih laksana sinar matahari. Para malaikat duduk di depannya sejauh mata memandang. Kemudian datang malaikat maut duduk di dekatnya seraya berkata. "Wahai jiwa yang baik keluarlah menuju ampunan dan keridhaan Allah." Lalu ruh tersebut keluar dari tubuhnya laksana mengalirnya tetesan air dari mulut kendi. Kemudian malaikat maut membawa ruh tersebut." (HR. Abu Daud & Al-Hakim, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani).
Nah, itu kondisi kaum mukminin. Lalu bagaimana kondisi orang kafir? Allah Subhaanahu Wata'ala menggambarkan kondisi itu dalam firman-Nya:
"Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata), "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri)." (QS. Al-Anfal: 50).
Ibnu Katsir—rahimahullah—berkata tentang tafsir ayat ini, "Jika engkau, wahai Muhammad, melihat saat dicabutnya ruh orang kafir, nicaya engkau akan menyaksikan pemandangan dahsyat dan mengerikan. Para malaikat memukul wajah dan bagian belakang mereka seraya berkata, “Rasakanlah adzab neraka yang membakar."
Barra' bin Azib juga pernah berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabbda,
"Adapun hamba yang kafir—dalam riwayat lain ‘fajir’, apabila hendak menuju akhirat meninggalkan dunia maka akan turun malaikat dari langit. Sifat mereka kasar dan keras bermuka hitam. Mereka membawa pakaian yang kasar dari neraka, kemudian duduk di depannya sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut duduk di dekat kepalanya seraya berkata, "Wahai ruh yang buruk, keluarlah menuju kemungkaran dan marah Allah Subhaanahu Wata'ala. lalu ruh itu memancar dalam tubuh (tidak ingin keluar) sehingga malaikat mencabutnya dengan paksa dan kasar, sebagaimana besi yang banyak kaitnya lalu dipakai mencabut bulu domba yang dibasahi sehinga tercabut pula kulit dan uratnya." (HR. Bukhari).
Itulah sakaratul maut. Baik atau buruknya akhir kehidupan seseorang adalah akibat dari perbuatannya selama hidup. Orang yang tidak ikhlas dalam beramal, atau orang yang jahil terhadap agama Allah maka akan terancam su’ul khatimah. Sementara yang benar-benar beriman, dan ikhlas beramal, maka insya Allah terhindar dari su’ul khatimah.
Bimbingan terhadap pasien yang sakaratul maut yaitu hendaknya kita tetap menjalankan tugas kita sabagai seorang muslim, yakni :
Mendampinginya dengan tegar
Apabila diperkenankan, membisikkan kalimat atau bacaan Tauhid ditelinga pasien di doakan
Pasrah dan ikhlas atas segala yang terjadi, serta menyadari bahwa semua takdir yang terjadi merupakan kehendak-NYA.
Adapun bimbingan bagi keluarga pasien yang sakaratul maut :
Mengajak keluarga untuk tetap berusaha member yang terbaik untuk pasien sakaratul maut dengan ridho dan ikhlas atas apa yang terjadi
Menghimbau untuk menciptakan suasana yang tenang
Ajak untuk berdoa bersama serta pasrah dengan apa yang akan terjadi dan menyadari bahwa semata-mata atas kehendak-NYA.
D. Perawatan Jenazah Menurut Pandangan Agama Islam
Firman Allah swt :
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan. ( QS. Al’ Ankabuut : 57 )
Ayat tersebut mempertegas bahwa kita yang hidup di dunia ini pasti akan merasakan mati. Namun kenyatannya banyak manusia yang terbuai dengan kehidupan dunia sehingga hamper melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, hal ini juga membuat manusia tidak banyak yang mengingat tentang kematian.
Yang jadi permasalahan sekarang adalah, tidak ada manusia satupun yang apabila mati kemudian berangkat sendiri menuju liang kuburnya. Tentu saja hal ini adalah menjadi kewajiban bagi orang yang masih hidup, terutama keluarga yang ditinggalkan untuk mengurusnya sampai menguburnya.
Merawat jenazah adalah hukumnya wajib kifayah, namun setiap orang tentunya wajib mengetahui tatacara bagaimana merawat jenazah yang sesuai dengan tuntunan agama islam. Karena kewajiban merawat jenazah yang pertama adalah keluarga terdekat, apalagi kalau yang meninggal adalah orang tua atau anak kita. Kalau kita tidak bisa merawatnya sampai menguburkannya berarti kita tidak (birrul walidaini) berbakti kepada kedua orang tua kita.
Rasulullah saw telah bersabda :
“ apabila telah mati anak Adam, maka terputuslah amalnya. Kecuali tiga perkara, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mau mendo’akan kedua orang tuanya.
Disini lah kita harus menunjukkan bakti kita yang terakhir apabila orangtua kita meninggal, yaitu dengan merawat sampai menguburkan serta mendo’akannya.
Permasalahan yang lain dan mungkin bisa saja terjadi adalah, karena ajal bila sudah tiba saatnya, pastilah tidak bisa ditunda kapanpun dan dimanapun. Bagaimana kalau kita seandainya sementara kita ditengah hutan belantara jauh dari permukiman dan kita punya teman Cuma beberapa orang saja, sementara kita tidak tahu mayat ini harus diapakan, pastilah kita akan berdosa.
Fenomena lain yang banyak terjadi sekarang, terutama di kota-kota besar. Pengurusan jenazah kebanyakan tidak dilakukan oleh keluarga dekat, bahkan keluarga tinggal terima bersih karena sudah membayar orang untuk merawatnya, bahkan sampai mendo’akannya juga orang lain yang mendoa’kan.
Inilah yang perlu kita pikirkan sepertinya di millist ini belum pernah ada yang memberikan pencerahan. Mungkin diantara kita masih banyak yang belum tahu tentang tatacara merawat jenazah dan kalaupun sudah tahu, semoga bisa mengingatkannya kembali. Dan ini harus kita tanamkan pada diri kita masing-masing dan juga anak-anak kita untuk jadi anak yang sholeh dan sholehah, bila kita mengkehendaki kalau kita mati nanti anak kita dan keluarga dekat kita yang merawatnya.
Jadi yang jelas pengurusan jenazah adalah menjadi kewajiban keluarga terdekat si mayat, kalau keluarga yang terdekat tidak ada, barulah orang muslim yang lainnya berkewajiban untuk merawatnya.
a) Hukum Merawat Jenazah
Hukum merawat jenazah adalah wajib kifayah artinya cukup dikerjakan oleh sebagian masyarakat, bila seluruh masyarakat tidak ada yang merawat maka seluruh masyarakat akan dituntut dihadapan Allah swt. Sedang bagi orang yang mengerjakannya, mendapat pahala yang banyak disisi Allah swt.
b) Orang Yang Berhak Merawat Jenazah
Keluarga terdekat (Ayah, Ibu, suami/istrinya, Anak putra/putrinya, kakak/adiknya dst ) namun sebaiknya yang sejenis pria oleh pria wanita oleh wanita kecuali suami/istrinya atau ayah dan ibunya. Bila urutan tersebut di atas tidak ada baru beralih kepada yang lain.
c) Waktu Penyelenggaraan
Sesegera mungkin, tidak ada keharusan menunggu berkumpulnya seluruh kerabat. Sabda Rasulullah : “ada 3 hal Hai Ali jangan ditunda, dilarang ditangguhkannya yaitu sholat bila telah dating waktunya, jenazah bila telah nyata kematiannya., dan wanita yang tidak ada suami bila telah menemukan jodohnya”(Al-Hadist)
Percepatan penyelenggaraan jenazah, bila ia seorang yang baik, perdekatkanlah kebaikannya dan bila tidak demikian, maka kamu akan lepas kejelekannya tersebut dari bebanmu.
1) Kaifiat (cara perawatan jenazah)
Bila telah terang,nyata, jelas ajalnya seseorang, maka segerakanlah perawatannya, adapun yang perlu dilakukan adalah :
Pejamkan matanya
Lemaskan terutama tangan, dan kakinya diluruskan
Dikatupkan mulutnya, dengan ikatkan kain, dan lingkarkan dagu, pelipis sampai ubun-ubun.
Diutamakan ditelentangkan membujur menghadap kiblat dengan kepala di sebelah kanan kiblat (untuk daerah sidangoli berarti kepala di sebelah utara)
Ditutup muka wajahnya, serta seluruh tubuhnya
Mengucapkan kalimat tarji’ untuk istirja’ (pasrah dengan ikhlas dan ingat bahwa kita bersama akhirnya juga akan mengalami kematian (Innalillahi Wainna ilaihi rooji’uun (Al-baqaroh Ayat 156)
Mendoakannya (Allahumma ighfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu) artinya : ya Allah semoga Allah mengampuni, melimpahkan kasih sayangnya, memaafkannya serta memulyakannya, Al Hadist
Menyebarluaskan berita kematiannya kepada keluarga/ ahli waris, kerabat dan masyarakat lingkungannya
Mempersiapkan keperluan/perlengkapan perawatan mayat/jenazah
Keluarga / ahli waris segera menyelesaikan hak insane/Adam, utang piutang, mengambil alih tanggung jawab hingga bagi yang telah wafat tiada lagi memiliki kewajiban. Kecuali mempertanggung jawabkan amal perbuatnnya.
2) Hak Dan Kewajiban terhadap Jenazah
1) Memandikannya/ mensucikannya
2) Mengkafaninya/ membungkus seluruh tubuhnya
3) Menshalatkannya
4) Menguburkannya
3) Jenazah Yang Tidak Mendapat Perlakuan seperti Biasa
1) Mati sahid dalam peperangan tidak perlu dimandikan dan dikafani cukup dimakamkan dengan pakaiannya yang melekat
2) Mati di atas perjalanan laut, tak perlu dibawa ke darat untuk dimakamkan apabila untuk mencapai daratan perlu waktu lama
3) Mati saat ihrom, maka kain kafannya cukup pakaian ihromnya dan tidak boleh diberi parfum sebagaimana jenazah biasa.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Orang yang sakit tetap dapat melaksanakan ibadah semampunya. Seperti berzikir, bershalawat, membaca doa-doa, maupun melaksanakan shalat sekalipun. Jika masih maupun dan sanggup, wajib dalam melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri sekalipun bersandar ke dinding atau ke tiang atau tongkat.
Orang yang sakit wajib melaksanakan semua kewajiban shalat tepat pada waktunya menurut kemampuannya. Jika termasuk orang yang kesulitan berwudhu dia boleh menjamak shalatnya seperti layaknya seorang musafir. Jika dia sulit untuk shalat pada waktunya boleh menjamak antara dzuhur dengan ashar dan antara magrib dan isya baik jamak taqdim maupun jamak takhir sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia mau dia boleh memajukan shalat asharnya di gabung dengan dzuhur atau mengakhirkan dzuhurnya digabung dengan ashar di waktu shalat ashar. Jika mau boleh juga dia memajukan shalat isya untuk digabung engan shalat maghrib diwaktu maghrib atau sebaliknya. Adapun shalat subuh maka tidak boleh dijamak dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya karena waktunya terpisah dari waktu shalat sebelumnya dan shalat sesudahnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090831023126AAvDsWF
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kematian2.html
terima kasih artikelnya sangat membantu saya dalam pembuatan artikel syukron
BalasHapusWynn casino - Mapyro
BalasHapusWynn Resorts owns and 시흥 출장안마 operates Wynn Las 인천광역 출장마사지 Vegas and Encore Las Vegas, two luxury hotel 순천 출장샵 and casino 목포 출장안마 properties in Las Vegas, Nevada, 목포 출장마사지 Macau,